Dampak PMK Nomor 81 Tahun 2025: Ancaman Tertundanya Dana Desa atau Peluang Penguatan Ekonomi?

 


pendamping-desa.com-PMK Nomor 81 Tahun 2025 membawa perubahan besar dalam mekanisme penyaluran Dana Desa, terutama kewajiban bagi desa untuk memiliki atau membentuk koperasi sebagai syarat pencairan Dana Desa Tahap II. Aturan ini menjadi sorotan nasional karena langsung bersentuhan dengan kapasitas kelembagaan desa, beban administrasi, serta keberlanjutan program pembangunan desa.

Selain itu, aturan ini juga menimbulkan kekhawatiran di lapangan: apakah desa benar-benar siap? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat data faktual, kondisi aktual, serta peluang dan risiko kebijakan ini.

DATA EMPIRIS: BERAPA DESA YANG TERDAMPAK PMK Nomor 81?

Skala beban yang mungkin ditanggung desa dapat dilihat dari data berikut:
  • 75.753 desa menurut BPS (Podes 2024) 
  • 75.259 desa menurut Sistem Informasi Desa Kemendesa 
  • 64.908 desa belum memiliki koperasi aktif 
  • 81.147 koperasi telah dilaporkan terbentuk secara nasional 
  • Total Dana Desa 2025: Rp71 triliun
Perbedaan data antar lembaga menunjukkan bahwa kondisi di lapangan tidak seragam. Fakta bahwa lebih dari 64 ribu desa belum memiliki koperasi aktif menandakan bahwa regulasi ini akan memberikan tekanan administratif cukup besar.

Untuk memperjelas kondisi, grafik komparatif jumlah desa dan jumlah koperasi telah dibuat dan dapat digunakan sebagai materi pendukung visual dalam artikel.

APA TUJUAN PEMERINTAH MELALUI PMK 81/2025?

Jika dilihat dari perspektif kebijakan, PMK 81 memuat tujuan ideal, yaitu:

1. Menguatkan kelembagaan ekonomi desa. 
2. Menjadikan koperasi sebagai instrumen akuntabilitas pengelolaan Dana Desa. 
3. Mendorong desa tidak hanya menjadi pengguna anggaran, tetapi juga pelaku ekonomi.

Dengan kata lain, pemerintah ingin menciptakan ekosistem ekonomi desa yang lebih tertata dan berkelanjutan.

TANTANGAN DI LAPANGAN: DESA BELUM SIAP SECARA ADMINISTRATIF

Meskipun tujuannya baik, implementasinya tidak mudah. Sebagian besar desa menghadapi beberapa hambatan nyata:

1. Koperasi belum ada atau belum aktif. 
Banyak desa yang koperasinya hanya terbentuk di atas kertas dan belum menjalankan RAT atau administrasi standar.

2. Kesiapan administrasi sangat terbatas.
Pembuatan akta, NPWP, struktur organisasi, hingga RAT membutuhkan waktu dan layanan legal yang tidak selalu mudah diakses, terutama di desa terpencil.

3. Potensi keterlambatan pencairan Dana Desa Tahap II sangat besar. 
Jika syarat koperasi tidak terpenuhi, maka Dana Desa untuk pembangunan, pemberdayaan, dan layanan sosial bisa tertunda.

4. Beban kerja perangkat desa meningkat drastis
Perangkat desa sudah memiliki banyak laporan wajib penambahan kewajiban koperasi dapat menimbulkan beban baru.

PELUANG POSITIF: KOPERASI BISA MENJADI LOKOMOTIF EKONOMI DESA

Di balik tantangan, PMK 81 juga membawa peluang pembangunan ekonomi: 
  • Koperasi dapat menjadi pusat usaha produktif yang dikelola warga. 
  • Koperasi dapat bekerja sama dengan BUMDes untuk memperkuat ekosistem ekonomi desa. 
  • Dana Desa dapat diarahkan sebagai modal bergulir yang dikelola secara lebih transparan. 
  • Koperasi dapat meningkatkan kapasitas kelembagaan desa dalam jangka panjang.
Dengan kata lain, koperasi dapat menjadi “otot ekonomi desa” jika dikembangkan dengan benar.

PMK 81 BUTUH EKSEKUSI BERBASIS KAPASITAS DESA 

PMK Nomor 81 Tahun 2025 merupakan kebijakan ambisius yang bertujuan memperkuat ekonomi desa melalui koperasi. Namun data empiris menunjukkan bahwa kesiapan desa masih sangat beragam. Karena itu, implementasi kebijakan ini harus fleksibel, berbasis fakta lapangan, dan disertai pendampingan intensif.

Jika dilakukan dengan tepat, koperasi bisa benar-benar menjadi pilar ekonomi desa. Namun tanpa dukungan yang cukup, kebijakan ini justru dapat memperlambat pembangunan desa.
Lebih baru Lebih lama

Recent in Sports

Facebook